
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Provinsi Maluku Utara bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara melaksanakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada Rabu (16/07/2025) di Hotel Batik Ternate. Kegiatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan strategis, antara lain Datun Kejati Maluku Utara, Balai Kementerian Pekerjaan Umum yang ada di Provinsi Maluku Utara, Asosiasi Pelaku Usaha Konstruksi di Wilayah Maluku Utara, dan Biro Pengadaan Barang/Jasa (BPBJ) Setda Provinsi Maluku Utara.
Instruksi Presiden ini memerintahkan sejumlah pejabat di tingkat pusat yang terdiri dari 19 Menteri, Jaksa Agung, 3 Kepala Badan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) serta pejabat daerah diantaranya 34 Gubernur, 416 Bupati dan 98 Walikota untuk mendukung optimalisasi Program Jamsostek guna mewujudkan perlindungan pekerja Indonesia dan keluarganya.
Acara dimulai dengan paparan narasumber utama, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Maluku Utara, I Wayan Alit Mahendra Putra Adi N., yang menegaskan pentingnya fungsi monitoring dan evaluasi sebagai mekanisme pengendalian implementasi kebijakan gubernur dan Bupati/Walikota dalam mendukung pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan. "Monitoring dan evaluasi ini adalah kunci guna memastikan para pekerja konstruksi mendapat perlindungan sosial yang memadai, terutama mengingat capaian kepesertaan di Maluku Utara yang saat ini baru mencapai 9% khusus pada pelaksanaan jasa konstruksi" tegas Wayan dalam menyoroti perlunya upaya bersama untuk memperluas jangkauan program.
Selanjutnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Herry Ahmad Pribadi, memberikan dukungan strategis terkait penguatan aspek hukum dan penegakan aturan pelaksanaan program jaminan sosial. Dalam kesempatan tersebut, Tim Datun Kejaksaan Tinggi dalam pemaparan melalui Kepala Seksi Perdata Kejati Malut, Bapak Andi Subangun menjelaskan payung hukum yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial dalam proyek konstruksi, di antaranya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 dan revisinya PP Nomor 49 Tahun 2023, menekankan kewajiban pemberi kerja dan penyedia jasa untuk memasukkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dalam dokumen kontrak proyek sebagai bagian dari tata kelola pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel. Evaluasi lapangan mengungkapkan beberapa kendala seperti kurangnya kesadaran pelaku usaha konstruksi akan kewajiban jaminan sosial ini dan perlunya revisi teknis dokumen pengadaan agar persyaratan kepesertaan dapat dipatuhi secara disiplin. Oleh karena itu, Biro Pengadaan Barang/Jasa (BPBJ) disarankan untuk memperkuat ketentuan ini sebagai bagian dari syarat administratif dan teknis proyek.
Kepala Bidang Kepesertaan BPJS, Muh. Nur Aidil B., menguraikan mekanisme iuran berdasarkan nilai kontrak serta kemudahan pendaftaran peserta lewat sistem online yang menjangkau hingga daerah-daerah terpencil. “Dalam PP tersebut mengatur skema tarif antara lain Tarif 1 (mengatur rate dengan nilai kontrak 0-100 juta), Tarif 2 (Nilai kontrak diatas 100 juta s/d 500 juta), Tarif 3 (nilai kontrak diatas 500 juta s/d 1 Milyar), Tarif 4 (nilai kontrak diatas 1 Milyar s/d 5 milyar), dan Tarif 5 (nilai kontrak diatas 5 Milyar)” pungkas Nur.
Sesi diskusi interaktif melibatkan perwakilan ASPEKINDO, Ibu Gamalia Kaunar yang mengusulkan agar alokasi biaya JKK dan JKM disusun sejak tahap perencanaan pengadaan untuk memastikan transparansi dan kepastian anggaran, sekaligus mendukung pelaksanaan fungsi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) secara responsif.
Sementara itu, Farid dari BPBJ Setda Maluku Utara menegaskan, "Pada prinspinya, saran dan masukan yang hubungannya dengan BPBJ akan kami sampaikan kepada pimpinan untuk kemudian akan merumuskan strategi yang tepat dalam pemenuhan JKK dan JKM. Langkah ini untuk memastikan bahwa penyedia jasa tidak hanya memenuhi standar kualifikasi, tetapi juga secara hukum melindungi tenaga kerja konstruksi"
Senada dengan itu, Iksan dari BPBJ menyampaikan bahwa edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan agar para pelaku usaha benar-benar memahami dan mematuhi kewajiban ini demi perlindungan hak pekerja konstruksi yang optimal. "Kurangnya kepatuhan selama ini menjadi tantangan serius yang harus kita atasi bersama” tutup Iksan.
Diskusi lanjutan menyoroti urgensi koordinasi antarlembaga guna mengatasi hambatan pelaksanaan, memperluas cakupan kepesertaan jaminan sosial, dan mendukung tata kelola pengadaan barang dan jasa yang bersih, transparan, dan akuntabel di wilayah Maluku Utara. (afh)